Sebanyak sembilan warisan budaya Aceh ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak benda (WBTb) pada sidang penetapan di Hotel Holiday Jakarta. Warisan budaya tersebut berasal dari berbagai daerah di Aceh.
Proses penetapan itu berlangsung dalam kegiatan yang digelar selama lima hari yaitu 19-23 Agustus 2024. Kegiatan itu turut mengundang seluruh perwakilan provinsi yang ada di Indonesia dan berhasil menetapkan sekitar 256 karya budaya sebagai WBTb Nasional.
Adapun sembilan warisan budaya Aceh yang ditetapkan sebagai WBTb adalah Pok Teupeun (Kabupaten Aceh Besar), Seumapa (Provinsi Aceh), Bahasa Aceh (Provinsi Aceh), Bahasa Gayo (Provinsi Aceh), Do da Idi (Provinsi Aceh), Timphan (Provinsi Aceh), Malam Boh Gaca (Kabupaten Aceh Barat), Pepongoten (Kabupaten Aceh Tengah), Teganing (Kabupaten Aceh Tengah).
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Almuniza Kamal melalui Kepala Bidang Sejarah dan Nilai Budaya Evi Mayasari menyebutkan, penetapan WBTb merupakan salah satu perlindungan terhadap warisan budaya daerah untuk diakui secara nasional.
Syarat menjadi WBTb di antaranya harus berusia 50 tahun atau minimal dua generasi, serta mempunyai makna penting bagi masyarakat yang memiliki karya tersebut.
“Jadi kalau selama ini kita melihat ada warisan budaya yang diklaim oleh negara lain seperti batik misalnya maka perlu adanya perlindungan. Pada penetapan sidang akan dilakukan inventarisasi dulu terhadap seluruh warisan budaya tak benda di Indonesia pada masing-masing provinsi,” sebut Evi kepada Media Center Aceh, Selasa (27/8/2024).
Sebelumnya, sambung evi, Pemerintah Aceh sudah mengusulkan 24 warisan budaya Aceh, namun pada saat sidang pertama beberapa di antaranya dinyatakan gugur sehingga tersisa 16 warisan budaya. Namun pada penetapan akhir menjadi 9 warisan budaya yang ditetapkan menjadi WBTb nasional.
Evi berharap setelah penetapan WBTb tersebut perlu langkah strategis untuk melestarikan dan menjaga warisan budaya Aceh agar tidak terancam punah ataupun diklaim negara lain.
“Bagaimana yang sudah ditetapkan ini bisa sustainable, sehingga perlu berbagai strategi yang dipikirkan oleh pemerintah. Seperti kita sudah pernah mengupayakan kopiah meukeutob bagaimana untuk terus ada, yang terbaru ini seperti timpan yang sudah ada, cuma yang perlu kita jaga adalah keaslian timpan, walau kreasinya banyak sehingga original timpan tersebut tetap terjaga” ujar Evi.(as)